Pages

Kamis, 14 Juli 2016

PERBEDAAN ASWAJA DENGAN IKHWANUL MUSLIMIN (IM), HIZBUT TAHRIR (HT), JAMA’AT TABLIG (JT), JAMA’AH ISLAMIYYAH (JI) INDONESIA, AHMADIYYAH QADIYANIYYAH (AQ) , JAMA’AH ANSHARUT TAUHID (JAT), FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

PERBEDAAN ASWAJA DENGAN IKHWANUL MUSLIMIN (IM), HIZBUT TAHRIR (HT), JAMA’AT TABLIG (JT), JAMA’AH ISLAMIYYAH (JI) INDONESIA, AHMADIYYAH QADIYANIYYAH (AQ) , JAMA’AH ANSHARUT TAUHID (JAT), FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)



Oleh
1.     Ana Dian Diriyani         (151120001701)
2.     Gema Dwita Sari           (151120001702)
3.     Fatma Ayu Faradila      (151120001748)
4.     Muhammad Taufiq       (151120001737)





PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
(UNISNU) JEPARA
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat serta hidayahnya kepada kami. Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbedaan Aswaja dengan Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT), Jama’at Tablig (JT), Jama’ah Islamiyyah (JI) Indonesia, Ahmadiyyah Qadiyaniyyah (AQ) , Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT), Front Pembela Islam (FPI)’’
Dalam pembuatan resume ini tentunya penulis tak luput dari kesalahan, untuk itu kami mohon saran dan kritikannya untuk kami jadikan sebagai perbaikan dalam pembuatan resume selanjutnya. 


Jepara 16 Maret 2016


                                                                                                                                 Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

Membahas Perbedaan Aswaja dengan aliran Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT), Jama’at Tablig (JT), Jama’ah Islamiyyah (JI) Indonesia, Ahmadiyyah Qadiyaniyyah (AQ), Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT), Front Pembela Islam (FPI) sangat penting karena .....
Aliran-aliran tersebut mempuyai pedoman serta pemikiran mereka masing-masing dalam menentukanberbagai macam hukum yang ada di muka bumi ini. Diantarnya aliran ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir (HT), Jama’at Tablig (JT), Jama;ah Islamiyyah (JI) Indonesia, Ahmadiyyah Qadiyaniyyah, Jama’ah Ansharut Tauhid ( JAT), Front Pembela Islam (FPI).
Materi yang akan kita bahas :   
1.    Perbedaan Aswaja dengan Ikhwanul Muslimin (IM),
2.    Perbedaan Aswaja dengan Hizbut Tahrir (HT)
3.    Perbedaan Aswaja dengan Jama’at Tablig (JT)
4.    Perbedaan Aswaja dengan Jama’ah Islamiyyah (JI) Indonesia
5.    Perbedaan Aswaja dengan Ahmadiyyah Qadiyaniyyah (AQ)
6.    Perbedaan Aswaja dengan Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT)
7.    Perbedaan Aswaja dengan Front Pembela Islam (FPI)






BAB II
PEMBAHASAN

A.  IKHWANUL MUSLIMIN (IM)
1. Pengertian dan Sejarah Kemunculan
Ikhwanul Muslimin yang dalam bahasa Indonesia berarti “Persaudaraan Muslim” merupakan organisasi yang bergerak di bidang dakwah Islam di Mesir dan Dunia Arab. Dalam perkembangannya, organisasi yang dipelopori oleh Hasan al-Banna ini melahirkan sejumlah organisasi Islam lainnya, baik di Mesir maupun luar Mesir.
Para pendiri organisasi ini antara lain : Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al-Misri, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail ‘Izz, dan Zaki Al Maghribi, selain Al-Banna sendiri. Mereka berkumpul pada tahun 1928 di kota Islamiyah. Saat itu, Hasan Al-Banna bertugas sebagai pengajar di Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD).
2. Ajaran dan keyakinan Ikhwanul Muslimin
Abdul Mun’im al-Hafni menyebutkan, pelopor Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, dianggap pemerintah Mesir menyebarkan dakwah Islam sesuai yang dipahami, dinilai sebagai dakwah bercorak salafi, tarekat Sunni, hakikat sufi, organisasi politik, organisasi ilmiah dan pendidikan, badan usaha perekonomian, dan pemikiran sosialis.
Di awal pembentukan jama’ah ini, al-Banna memperhatikan aspek pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah) dan amat menekankan pentingnya pendidikan tersebut. Tujuan dari pendidikan Islam dimaksud adalah untuk membangun akhlak kuat dan akidah benar,  sehingga mendorong para anggota jama’ah melakukan perbuatan mulia. Tugas terpenting yang harus dilakukan oleh masyarakat islam, menurut al-Banna, adalah mengikuti manhaj (metode) ilahi, yakni Al-Qur’an. Manhaj tersebut memiliki kelebihan, yaitu mudah, terbatas, jelas arah dan tujuannya, praktis dan realistis, serta tidak didasarkan pada khayalan belaka. Di samping itu juga dapat memberikan solusi atas setiap permasalahan secara praktis dan bukan hanya teori, dengan harapan nyata dan sekedar impian.
Al-Banna telah menulis sebuah buku berjudul Da’watuna fi Thaur Jalid(Dakwah Islam Era Baru). Dalam buku tersebut, al-Banna antara lain menjelaskan, “Di era modern ini, medan dakwah telah berkembang sehingga mencakup semua dunia Islam. Tujuan dakwah Islam pun berubah dan lebih  mengarah kepada kepemilikan kekuasaan (politik). Sebab, kekuasaan inilah yang akan menjadi sarana untuk berdakwah. Media untuk mewujudkan tujuan tersebut pun telah berubah, dimana dulu dakwah hanya dilakukan dengan memberikan hikmah dan nasehat-nasehat, tetapi sekarang dakwah dilakukan dengan jihad.
Prinsip dasar hukum kita adalah memimpin dunia ini dengan orientasi menegakkan hukum Allah. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih seorang khalifah yang dianggap sebagai wakil dari seluruh umat islam, yang dibantuoleh dewan penasihat dan dewan kabinet pelaksana. Ketahuilah bahwa tidak ada titik temu antara sistem Islam dengan sistem dictator. Sistem islam didasarkan pada azaz Syura (musyawarah), baiat (pengambilan sumpah), dan pembatasan kekuasaan pemerintah. Sistem Islam juga berbeda dengan sistem demokrasi, karena sistem demokrasi didasarkan pada pendapat masyarakat yang disesuaikan dengan kepentingan mereka, sedangkan sistem Islam didasarkan pada aturan -aturan yang dibuat oleh Dzat yang kekuasaan-Nya berada di atas kekuatan semua manusia. Selain itu, hukum dan kekuasaan dalam Islam tidaklah diwariskan. Ketahuilah bahwa syari’at Islam mengharuskan adanya satu Negara, satu bangsa dan satu pemimpin.”
3. Kelompok-Kelompok Ikhwanul Muslimin
            Sebagai dampak dari pertumpahan darah tersebut, juga sebagai dampak dari kitab Ma’alim fi al-Thariq yang ditulis oleh Sayyid Quthub, Jama’ah Ikhwanul Muslimin pecah menjadi 4 kelompok, yaitu :
a.    Sekelompok orang yang ingin meneruskan apa yang telah dirintis oleh Hasan al-Banna sebelum terjadinya konflik dengan pemerintah. Kelompok inilah yang sampai sekarang dinamakan dengan Ikhwanul Muslimin.
b.    Sekelompok orang yang mengaku sebagai orang-orang salaf. Mereka berpendapat, dalam rangka menghadapi masyarakat jahiliyah, kita tidak perlu mengingkarinya dengan tangan (kekuatan) atau lisan, tetapi cukup dengan hati.
c.    Jama’ah al-Takfir wa al-Hijrah. Mereka mengharuskan semua anggotanya untuk meninggalkan masyarakat Jahiliyah dan berhijrah ke suatu tempat sehingga mereka dapat menyusun kekuatan disana. Setelah berhasil menyusun kekuatan, mereka akan menghancurkan masyarakat jahiliyah yang mereka anggap sebagai orang-orang kafir.
d.   Jama’ah al-Jihad yang berpendapat, perang melawan pemerintah kafir merupakan suatu kewajiban dalam Islam. Mereka menganggap cara tersebut sebagai satu-satunya cara untuk mendirikan Negara Islam.
            Jama’ah Ikhwanul Muslimin yang masih ada sampai sekarang memiliki semboyan,
“Dakwah Islamiyah harus dilakukan dengan hikmah (pesan) dan nasihat yang baik,”.
            Di Indonesia, Ikhwanul Muslimin hadir pada awalnya melalui lembaga-lembaga dakwah kampus yang kemudian menjadi Gerakan Tarbiyah. Kelompok ini kemudian melahirkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Keterkaitan partai ini dengan Ikhwanul Muslimin diakui oleh Sekjen PKS Anis Matta. Berikut pernyataan Anis Matta :
Inspirasi-inspirasi al-Ikhwanul Muslimin dalam diri partai keadilan sejahtera, kalau boleh digarisbawahi disini, sesungguhnya memberikan kekuatan pada dua dimensi sekaligus. Pertama, inspirasiideologis yang satu-satunya didasarkan pada prinsip syumuliyat al-Islam (Universitas Islam), sesuatu yang bukan hanya menjadi prinsip perjuangan Hasan al-Banna saja, tetapi juga pejuang-pejuang yang lain. Kedua, inspirasi historis, semacam mencari model dan maket dari sebentuk perjuangan islam di era setelah keruntuhan al-Khilafah al-Islamiyah dan dominasi imperalisme barat atas negeri-negeri Muslim. Tetapi yang mempertemukan dua inspirasi itu pada diri al-Banna dan al-Ikhwanul Muslimin, adalah tokoh-tokoh yang lain menjadi pembaharu dalam lingkup pemikiran, Hasan al-Bannaberhasil mengubah pembaharuan itu dari wacana menjadi gerakan. Dan tidak berlebihan, bila inspirasi gerak itu juga yang secara terasa dapat diselami dalam denyut Partai Keadilan Sejahtera.
            Secara tegas, keterkaitan PKS dengan Ikhwanul Muslimin dikatakan oleh pendiri partai ini, sekaligus mantan Dewan Syari’ah PKS Yusuf Supendi. Dalam bukunya Replik Pengadilan Yusuf Supendi Menggugat Elite PKS, ia menjelaskan, Ketua Majelis Syuro PKS memiliki kekuasaan tinggi yang dikenal dengan istilah Muraqib ‘Am, yaitu Pemimpin Tertinggi Jama’ah Ikhwanul Muslimin di Indonesia. Kekuasaan ini diamanatkandalam aturan pertama, yang sangat rahasia, yang dinamakan Nizham Asasi (aturan dasar) yang bersumber dari Nizham ‘Am (aturan umum) yang diterbitkan oleh Ikhwanul Muslimin Pusat di Kairo Mesir. Dengan demikian, aturan yang berlaku di OKS tidak boleh bertentangan dengan aturan Ikhwanul Muslimin Pusat di MEsir. Nizham Asasi Ikhwanul Muslimin di Indonesia itu disahkan oleh Musyawarah Majelis Syura PKS, di Jakarta, Selasa, 25 juli 2000.

B.  HIZBUT TAHRIR (HT)
1.      Pengertian dan Sejarah Kemunculan Hizbut Tahrir
            Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan pula lembaga ilmiah ataupun lembaga akademis, dan juga bukan lembaga social. Hizbut Tahrir menganut Islam sebagai ideology, dan politik sebagai aktivitasnya. Hizbut Tahrir yang didirikan di Lebanon oleh Syekh Taqiyudin An-Nabhani ini pertama kali masuk di Indonesia pada tahun 1972. Menurut Ismail Yusanto, Jubir hizbut Tahrir Indonesia (HTI), cikal bakal organisasi ini berasal dari Yordania.
            Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, mmbebaskannya dari ide-ide, sistem perundang-undangan dan hukum kufur, serta membebaskan dari dominasi Negara-negara kafir dengan membangun daulah Islamiyah dan mengembalikan Islam ke kejayaan masa lampau. Hizbut Tahrir bertujuan mengembangkan kehidupan Islami dan mengembangkan dakwahIslamiyah kehidupan Islami dan mengembangkan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia. Dalam mencapai maksud dan tujuannya, HTI mempercayai sistem kekhalifahan dengan seorang khalifah yang dibaiat oleh kaum Muslimin dan harus ditaati.
            Dalam mencapai maksud dan tujuannya, HTI mengemban dakwah Islam dan mengubah kondisi masyarakat dari yang rusak menjadi ide-ide yang Islami, mengubah perasaan rusak menjadi perasaan yang islami, yaitu perasaan yang ridha terhadap apa yang diridhai Allah, marah dan benci terhadap apa yang dimarahi oleh Allah. Perjuangan Hizbut Tahrir juga berusaha agar akidah Islam menjadi dasar Negara. Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir bersifat politis dalam arti memperhatikan urusan-urusan masyarakat sesuai dengan hukum dan memecahkannya secara syar’I (hukum islam)
            Kegiatan politik ini terdiri dari pembinaan terhadap tsaqafah (kebudayaan) Islam, membebaskan dari akidah yang rusak, pemikiran yang salah, persepsi yang keliru, pandangan-pandangan dari kaum yang kufur. Perjuangan politik juga meliputi penentangan terhadap kaum imperalis, mengontrol dan mengganti terhadap penguasa yang berkhianat terhadap umat islam. Seluruh kegiatan politik ini dilakukan tanpa menggunakan kekerasan, fisik dan senjata seperti yang dicontohkan Rasulullah.
            Metode yang digunakan HTI adalah metode yang diemban oleh Rasulullah. HTI beranggapan bahwa umat Islam sekarang hidup dalam Darul Kufur yang serupa denga kehidupan di Mekkah (sebelum hijrah ke Madinah) pada zaman Nabi. Dalam melakukan dakwahnya, HTI mempunyai beberapa tahapan : pertama, tahap pembinaan dan pengkaderan. Kedua, tahapan berinteraksi denganumat agar ikut memikul kegiatan dakwahnya. Ketiga, tahap pengambilan kekuasaan untuk menerapkan Islam secara Menyeluruh.
2.      Ideologi Hizbut Tahrir
  1. Mengadopsi Ideologi Mu’tazilah
Pada masa pemerintahan Bani Umayah, lahir gerakan Revivalis yang dipelopori oeleh Ma’bad bin Khalid al-Juhani, penggagas ideology Qadariyah, yang berpijak pada pengingkaran Qadha’ dan Qadar Allah. Ideologi ini menjadi embrio lahirnya sekte Mu’tazilah.belakangan ini juga diikuti oleh Taqiyudin al-Nabhani, perintis Hizbut Tahrir. Dalam bukunya, al-syakhsiyyat al-Islamiyah, rujukan primer Hizbut Tahrir, Taqiyyudin al-Nabhani berkata :


Pernyataan al-Nabhani di atas memberikan dua kesimpulan, pertama, perbuatan ikhtiyari manusia tidak ada kaitannya dengan ketentuan Qadha’ Allah, dan yang kedua, hidayah dan kesesatan itu adalah perbuatan manusia sendiri dan bukan dari Allah. Demikian ini jelas bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah dan akal sehat.
Dalam sekian banyak ayat berikut ini :

95

Beberapa ayat diatas menegaskan bahwa segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah. Kata “segala sesuatu” dalam ayat tersebut mencakup segala apa yang ada di dunia ini seperti benda, sifat-sifat benda seperti gerakan dan diamnya manusia, serta perbuatan yang disengaja maupun yang terpaksa. Dalam realita yang ada, perbuatan ikhtiyari manusia lebih banyak daripada perbuatan non ikhtiyari atau yang terpaksa. Seandainya perbuatan ikhtiyari manusia itu adalah ciptaan manusia sendiri, tentu saja perbuatan yang diciptakan oleh manusia akan lebih banyak daripada perbuatan yang diciptakan oleh Allah.
Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa hidayah dan kesesatan itu berasal dari Allah, bukan dari perbuatan manusia. Pernyataan al-Nabhanin di atas juga bertentangan dengan ayat berikut ini :
97

KARAKTERISTIK AHLUSSUNAH WALJAMAAH

KARAKTERISTIK AHLUSSUNAH WALJAMAAH






NAMA KELOMPOK:

1.      Syayyidatul Istianah ( 151120001738 )
2.      Anita Nur Jannah ( 151120001711 )
3.      Alfiatur Rohmaniah ( 151120001743 )
4.      Arum Kholifah M.F ( 151120001705 )


PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMAJEPARA
TAHUN 2015/2016



 

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Karakteristik Ahlussunnah Waljamaah.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
  
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segal4a saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
    
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih.   


Jepara, 24 Februari 2015



Penulis




BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Dalam sejarahnya Ahlusunnah Waljamaah selalu mengalami perkembangan secara dinamis menurut perkembangan jaman, jadi tidak wajar jika Ahlussunah Waljamaah banyak pengikutnya diindonesia. Pada hakikatnya orang Indonesia lebih dominan mengikuti imam Syafi’i dalam bidang fiqh, imam Asy’ari dalam bidang akidah, dan imam Al-Gazali dalam bidang tasawuf yang mana karya-karyanya dikaji oleh berbagai lembaga pendidikan islam di Indonesia.
Pandangan­pandangan al­Maturidi dan al­Asy’ari, didapati bahwa antara keduannya terdapat perbedaan dalam paradigma pemikiran dan kesimpulan yang dicapai oleh keduanya.Meskipun tidak diragukan bahwa keduanya selalu berusaha menegaskan akidah­akidah yang dikandung oleh Al­Qur’an berdasarkan dalil rasional dan pembuktian­pembuktian logika.Mereka juga konsisten mengikuti akidah­akidah Al­Qur’an tersebut.Meskipun al­Maturidi cenderung lebih rasional dan memberikan porsi yang lebih besar terhadap nalar daripada al­Asy’ari. Menurut Abu Zahrah, golongan al­Maturidi memberikan peran yang cukup besar terhadap nalar tanpa melebih­lebihkan. Sementara golongan al­Asy’ari membatasi diri dengan dalil­dalil naqli dan memperkuatnya secara sungguh­sungguh, sehingga seorang peneliti akan mudah mengambil kesimpulan bahwa mazhab al­Asy’ari berada di garis mu’tazilah di salah satu sisi, dan ahli fiqih dan hadits di sisi lain. Sementara golongan al­Maturidi berada di varis antara Mu’tazilah dan Asyar’iah.Sebagian pakar ada yang mengembalikan latar belakang perbedaan mazhab al­asy’ari dan al­maturidi terhadap perbedaan latar belakang mazhab fiqih keduannya, dimana al­asy’ari mengikuti mazhab al­syafi’i, sedangkan al­maturidi mengikuti mazhab hanafi.

1.2   Pembahasan

Pembahasan dalam makalah ini antara lain :
1.      Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Aqidah
2.      Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Fiqh
3.      Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Tassawuf

Rabu, 13 Juli 2016

PERJALANAN ASWAJA KE NUSANTARA

MAKALAH AGAMA 2

PERJALANAN ASWAJA KE NUSANTARA
Pengampu : Bapak Nur Rohman







Disusun oleh :
1                                 .     NILA KRISTANTI                          (151120001623)
2                                 .     SISKA NOFITA HARDIYATI        (151120001629)
3                                 .     TRI HANDAYANI                          (151120001677)







Prodi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
Jln.Taman Siswa (pekeng) Tahunan Jepara Telp.(0291)595477
2016




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pemahaman masuknya Aswaja ke Nusantara ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Jepara,27 Maret 2016

Penyusun


 

Selasa, 21 Juni 2016

HUJJAH AMALIYAH NAHDLIYAH #2


HUJJAH AMALIYAH NAHDLIYAH 2

Disusun oleh :
1. Fina Fitriani                   (151120001565)
2. Agus Hemanto               (151120001547)
3.Lailatun Ega Sari           (151120001563)
4.Audria Pramesti Dewi   (151120001566)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
        Hujjah atau Hujjat (bahasa Arab: الحجة) adalah istilah yang banyak digunakan di dalam Al-Qur'an dan literatur Islam yang bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi. Sehingga kata kerja "berhujjah" diartikan sebagai "memberikan alasan-alasan". Kadangkala kata hujjah disinonimkan dengan kata burhan[1], yaitu argumentasi yang valid, sehingga dihasilkan kesimpulan yang dapat diyakini dan dipertanggungjawabkan akan kebenarannya.
Amaliyah Nahdliyah adalah amal perbuatan lahir, baik yang berhubungan dengan Ibadah, Mu’amalah maupun Akhlaq; yang biasa dilakukan oleh kaum Nahdliyyin, bisa jadi secara formal warga Jam’iyyah Nahdlatul Ulama atau bukan.
Nahdlatul Ulama memperjuangkan berlakunya Ajaran Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah, oleh karena itu menurut NU, cara berfikir dan bentindak, cara bertheologi maupun beramal, yang benar didasarkan pada Ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut NU, Islam adalah ahlussunnah wal jama’ah, maka kaum nahdliyyin tidak mendasarkan perbuatannya kecuali pada ahlusunnah wal jama’ah.
Secara praktis, amaliyah ahlussunnah wal jama’ah NU di dasarkan pada cara bertheologi menurut madzhab theologi Al-Asy’ary dan Al-Maturidy, dalam bidang fiqh mengikuti salah satu madzhab empat, yaitu : Hanafy, Maliky, Syafi;y dan Hambaly; serta mengamalkan tasawuf sesuai dengan cara tasawuf Imam al-Junaid al-Baghdady dan Imam Al-Ghazaly.

1.2 Rumusan Masalah
Apa hujjah amaliyah nahdliyah tentang :
       1. Tradisi Yasinan
       2. Tradisi Maulid Nabi
       3. Tradisi Manaqiban dan Haul
       4. Tradisi Bulan Syura
       5. Tradisi Bulan Sya’ban, Ruwahan, dan Nyadran
       6. Tradisi Istighatsah dan Tawassul
       7. Khasiyat Ayat Al-Qur’an, Hizib, dan Do’a
       8. Shalat Sunnat Qabliyah Jum’at
       9. Ziarah Kubur
     10. Tradisi Bulan Shafar

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembahasan yaitu ingin mengetahui lebih detil mengenail hujjah amaliyah nahdliyah tentang :
       1. Tradisi Yasinan
       2. Tradisi Maulid Nabi
       3. Tradisi Manaqiban dan Haul
       4. Tradisi Bulan Syura
       5. Tradisi Bulan Sya’ban, Ruwahan, dan Nyadran
       6. Tradisi Istighatsah dan Tawassul
       7. Khasiyat Ayat Al-Qur’an, Hizib, dan Do’a
       8. Shalat Sunnat Qabliyah Jum’at
       9. Ziarah Kubur
     10. Tradisi Bulan Shafar


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tradisi yasinan
                Tradisi yasinan adalah membaca surat yasin secara bersama-sama. Baik membacanya secara sendiri-sendiri ditempat yang sama, atau membacanya dipimpin oleh seorang pemandu. Biasanya tradisi yasinan dilakukan setiap malam jumat. Ada juga yang melakukn setiap malam ahad, tergantung kesepakatan anggota kelompok yasinan masing-masing.
Bacaan yasin tersebut biasanya dihadiahkan kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia. Ada pula yang membacanya disamping orang yang menghadapi detik-detik akhir dari kehidupannya di dunia. Dan adapula yang melakukannya dimakam para ulama, orang tua atau kerabat.
Ada banyak hadits shahih yang menerangkan keutamaan surat yasin, antara lain hadist-hadist yang disebutkan oleh al-Imam Ibn Katsir, salah satu murid terbaik Syaikh Ibn Taimiyah al-Harrani, dalam tafsirnya:
“Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa membaca surat yasin pada malam harinya, maka ia diampuni pada pagi harinya,” Sanad hadist ini jayyid (shahih). (HR. Al-Hafizh Abu Ya’la).
Demikian hadist yang disebut oleh al-Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya. Setelah menyitir hadist shahih tersebut, al-Hafizh Ibn Katsir kemudian berkata begini:
“Karena ini sebagian ulama berkata, di antara khasiat surat yasin ini adalah, bahwa apabila surat yasin dibaca ketika menghadapi persoalan yang sulit, maka Allah akan memudahkannya. Membaca surat Yasin disamping orang yang akan meninggal seakan-akan bertujuan turunnya rahmat dan berkah serta memudahkan keluarnya ruh orang tersebut. Wallahu a’lam. Imam Ahmad bn Hanbal berkata, “Abu al-Mughirah mengabarkan kepada kami, Shafwan mengabarkan kepada kami, ia (Shafwan) berkata, “Para guru selalu berkata, “apabila surat Yasin dibaca disamping orang yang meninggal, maka akan meringankan bebannya.” (Al-Hafizh Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, juz 11, hal. 342-343).
Berkaitan degan keutamaan surat Yasin ketika dibaca disamping makam kaum muslimin, Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, murid terdekat Syaikh Ibn Taimiyah, juga berkata:
“Dari al-Husain bin al-Haitsam berkata, “Aku mendengar Abu Bakar bin al-Athrusy berkata, “Ada seorang laki-laki yang rutin mendatangi makam ibunya dan membaca surat Yasin. Pada suatu hari ia membaca surat Yasin dimakam ibunya, kemudian berkata, “Ya Allah, apabila Engkau berikan pahala bagi surat ini, maka jadikanlah pahalanya bagi semua penghuni kuburan ini. “Pada hari Jumat berikutnya, seorang wanita datang dan berkata pada laki-laki itu, “kamu fulan bin fulanah?” Ia menjawab, “Ya.” Wanita itu berkata, “aku punya anak perempuan yang telah meninggal. Lalu aku bermimpi melihatnya duduk-duduk di pinggir makamnya. Aku bertanya “kamu kok bisa duduk-duduk disini?” Putriku menjawab, “Sesungguhnya fulan bin fulanah datang ke makam ibnya. Ia membaca surat Yasin dan pahalanya dihadiahkan kepada semua penghuni makan ini. Kami dapat bagian rahmatnya. Atau kami diampuni dan semacamnya.” (Ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Ruh, hal 18)

2.2 Tradisi Maulid Nabi
           Setiap bulan rabiul awal tiba, mayoritas kaum muslimin di berbagai belahan dunia mengadakan upacara perayaan maulid Nabi SAW. Dalam acara tersebut biasanya dibacakan sirah dan biografi kehidupan Nabi SAW, mulai kelahiran hingga wafatnya. Tidak jarang acara maulid diadakan dengan mendatangkan pembicara dari luar. Setelah acara maulid dilakukan dengan penuh khidmat, maka dilanjutkan dengan suguhan makanan yang dihidangkan kepada para peserta. Tradisi maulid ini sangat baik untuk dilestarikan, karena dapat menjadi sarana dakwah dalam menyampaikan sirah dan biografi Nabi SAW kepada umatnya. Pengetahuan sirah dan biografi Nabi SAW, akan menambah cinta kepada Nabi SAW serta memperkuat keimanan kita kepada Nabi SAW. Syaikh Ibn Taimiyah al-Harrani menanggapi tradisi maulid ini dengan sangat positif. Dalam hal ini beliau berkata dalam kitabnya, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqi:
“Jadi, mengagungkan Maulid dan menjadikannya sebagai tradisi tidak jarang dilakukan oleh sebagian orang, dan ia memperoleh pahala yang sangat besar karna tujuannya yang baik serta sikapnya yang mengagungkan Rasulullah SAW sebagaiman telah aku jelaskan sebelumnya.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al_shirath al-Mustaqim, hal 297).
Dewasa ini, dalam rangka memantapkan keyakinan kaum wahabi terhadap kebenaran dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab al-Najdi, pendiri aliran wahabi, kaum Wahabi di Saudi Arabia mengadakan acara semacam maulid atau manaqiban, yang mereka sebut dengan Usbu’ al-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (Pekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab). Selama satu pekan, para ulama wahabi bergantian menguraikan keutamaan dan biofgrafi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam bentuk makalah. Kemudian makalah tersebut mereka himpun dan mereka terbitkan. Hal tersebut persis dengan tradisi maulid, haul manaqiban dikalangan kaum Sunni.

2.3 Tradisi Manqiban dan Haul
                 Manaqiban dan haul adalah upacara pembaca biografi dan keutamaan para wali Allah SWT yang menjadi panutan umat. Dalam acara terserbut juga delingi dengan pembacaan al-Fatihah, ayat ayat al-Qur’an dan aneka dzikir lainnya, lalu pahalanya dihadiahkan kepada wali yang bersangkutan. Di sebagian daerah dipulau jawa banyak yang mengadakan manaqiban Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, pendiri tereqat Qadiriyah, di daerah Kalimantan Selatan, banyak pula yang merayakan manqib Syaikh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Madani al-Syafi’i, pendiri tereqat al-Sammaniyah. Tradisi manaqiban ini sangat baik untuk dilakukan, agar kita dapat menghayati dan meneladani perjalanan kehidupan mereka yang sangat produktif dalam beribadah, berdakwah dan berbakti kepada agama.
Disisi lain, para ulama’ juga menjelaskan, bahwa dalam mengenang orang-orang salih, dapat menurunkan rahmat Allah swt. Dalam konteks tersebut al-iman al-mujtahid sufyan bin uyainah, salah seorang ulama salaf dan guru al-imam ahmad bin hanbal, berkata;
“muhammad bin hasan berkata,” aku mendengar sufyan bin uyainah berkata, “ketika orang-orang salih dikenang, maka rahmat Allah akan turun” (Al-Imam al-Hafizh Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’, juz 7 hal 285).
Bahkan ketika tegas lagi, syaikh bin taimiyah mengakui bahwa tradidu kaum beriman, pasti merasa senang dan nyaman apabila mengenang dan menyebut para nabi dan orang-orang salih. Dalam konteks ini syaikh ibn taimiyah berkata dalam khitbahnya, al shafadiyah, sebagai berikut:
“kesempurnaan diri tidak akan tercapai tanpa pengetahuan, kemampuan dan kemauan yang sumbernya adalah cinta. Ketika seseorang merasa nikmat dengan pengetahuan, maka sudah barang tentu disana ada rasa cinta terhadap apa yang dinikmatinya. Adakalanya apa yang ia ketahui, ia cinta, serta merasa nikmat dengan mengetahui dan menyebutnya. Sebagaimana orang-orang yang beriman merasa nikmat dengan ma’rifat kepada Allah dan berdzikir kepada-Nya. Bahkan orang-orang yang beriman merasa nikmat dengan mennyebut (mengenang) para nabi dan orang-orang salih. Oleh karena itu ada pameo, “ketika orang-orang salih dikenang, maka rahmat Allah akan turun”, dengan bangkitnya jiwa dan hati seseorang untuk mencintai kebaikan dan merasa senang dan nyaman melakukannya.” (syaikh ibn taimiyah,kitab al-shafadiyah, juz 2, hal 269).